Rasionalisasi Anggaran, Rasionalisasi Pemikiran
PROVINSI Riau dengan sejumlah kabupaten/kota yang berada di dalamnya sejak beberapa tahun belakangan dihadapkan dengan apa yang disebut dengan rasionalisasi anggaran. Oleh karena berkurangnya dana yang masuk melalui sejumlah instrumen ke daerah ini, membuat pemerintah provinsi dan pemerintah sejumlah kabupaten/kota di Riau melakukan pengetatan anggaran.
Bisa dimengerti, karena
besaran pengurangan dana yang diterima oleh masing-masing daerah otonom
itu tidak sedikit. Provinsi Riau, satu misal, kalau dari 2018 ke bawah
memiliki APBD di atas angka Rp11 triliun, bahkan pernah menyentuh angka
Rp12 triliun; pada tahun anggaran 2019 mendatang APBD Riau hanya dipatok
pada angka Rp8 triliun saja. Sebuah angka pengurangan yang tidak
main-main.
Kondisi yang sama berlangsung hampir
di semua kabupaten kota di Riau. Kabupaten Rokan Hilir, satu misal,
APBD-nya pernah mengalami penurunan mendekati angka Rp1 triliun. Angka
penurunan yang Rp1 triliun itu sama dengan angka APBD sebuah kabupaten
di Provinsi Sumatera Barat, bahkan jauh melebihi angka APBD di sejumlah
wilayah kota di provinsi yang sama.
Akibatnya,
antara lain, sejumlah program pembangunan yang sudah dirancang
sedemikian rupa, bahkan anggarannya sudah tertera di APBD tahun
berjalan, terpaksa ditunda pelaksanaannya. Terutama program-program yang
dinilai tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat banyak
terpaksa mengalami penjadwalan ulang—bahkan bukan tidak mungkin akan
dihapus sama sekali.
Yang
kemudian tidak terelakkan adalah terjadinya kelesuan di semua sektor,
terutama ekonomi. Tidak hanya pejabat, masyarakat banyak pun ikut kena
imbas. Kondisi diperparah oleh realitas yang terjadi beberapa waktu
belakangan, yaitu sejumlah daerah di Riau pada tahun anggaran 2018 ini
tidak lagi memiliki APBD Perubahan. Di antaranya adalah Pemerintah
Provinsi Riau.
Bulan-bulan menjelang
tahun anggaran 2018 berakhir ini, yang biasanya diwarnai kesibukan
pejabat dan aparat untuk menyelesaikan bengkalai pekerjaan, tidak
terlihat lagi. Hotel-hotel yang biasanya penuh dibooking oleh kegiatan
aparat pemerintah untuk berupaya menghabiskan anggaran, nyaris tidak
terdengar lagi. Bahkan yang paling parah: tunjangan para pejabat pun
terpaksa ditunda pembayarannya.
Karena sebagian
besar masyarakat di Riau gerak perekonomiannya sangat tergantung dengan
APBD, dipastikan merasakan dampak langsung dari kondisi yang ada.
Perekonomian masyarakat menjadi lesu hampir di semua sektor, daya beli
berkurang dan hampir mencapai titik terendah, dan yang sering mengemuka
adalah soal betapa tidak mudahnya mendayung hidup dan kehidupan dalam
kondisi yang seperti itu.
Sebuah ujian? Boleh
jadi. Tapi agaknya kita lebih kepada cara berpikir yang lurus-lurus
saja, yaitu di tengah terjadinya rasionalisasi anggaran, saatnya pula
untuk melakukan rasionalisasi pemikiran. Bahasa lainnya kira-kira
begini: saatnya para pengambil kebijakan di daerah ini untuk menyusun
anggaran sesuai dengan kebutuhan daerah, bukan anggaran di mana oknum
bisa “menumpang hidup” dari kegiatan dimaksud.
Ketika
ketersediaan dana daerah dalam posisi berlimpah-ruah, bukan rahasia
lagi bila yang diperbuat ada di antaranya sejumlah program pembangunan
yang sejatinya belum terlalu dibutuhkan oleh daerah dan masyarakat, tapi
dipaksa “untuk dibutuhkan” karena di dalam pelaksanaan kegiatan
dimaksud terdapat peluang untuk sejumlah oknum buat menangguk keuntungan
buat kepentingan pribadi.
Atau, ketika
menghadapi akhir tahun anggaran, kita sering melihat betapa sejumlah
aparat pelaksana pemerintahan dibuat sibuk oleh aneka kegiatan, yang
muaranya adalah bagaimana menghabiskan anggaran yang telah diposkan,
dimaksudkan agar tidak dikembalikan ke kas negara. Apakah kegiatan yang
dilakukan itu berfaedah untuk kepentingan daerah dan masyarakat, sering
kali tidak menjadi pertimbangan.
Kita memang
mengakui beratnya dampak yang ditimbulkan oleh rasionalisasi anggaran,
terutama dampak di bidang ekonomi. Tidak hanya dirasakan pejabat dan
aparat, tapi juga berimbas kepada masyarakat. Tapi kebijakan
rasionalisasi anggaran yang dilakukan belakangan ini juga diharapkan
membawa hikmah tersendiri, yaitu bagaimana aparat pelaksana pemerintahan
bersama mitranya juga rasional dalam menyusun anggaran.
Rasional
dimaksud, yaitu bagaimana anggaran dan program yang disusun semata-mata
didedikasikan untuk kepentingan buat memajukan daerah dan untuk
mensejahterakan masyarakat; bukan karena ada “gantungan kepentingan”
yang ikut bergelayut di atas program
atau kegiatan dimaksud.** [Sumber : riausatu.com]
- Asrar Rais-
Penulis adalah Wakil Ketua KPID Riau.
Penulis adalah Wakil Ketua KPID Riau.